“Makna Cinta”
Entah sudah
berapa kali aku mencari jawaban atas pertanyaan, “ apa itu cinta?” tentu saja
banyak jawaban yang aku terima. Tapi tak satu pun jawaban mampu menggugah
hatiku. Terkadang kita tak mampu mendeskripsikan apa itu cinta, terkadang pula
kita tak tahu apa makna dari cinta.
Aku pun
mencoba bertanya pada sahabat, “apa itu cinta?”, dia pun menjawab cinta adalah
kasih sayang dua insan berbeda. Karena aku belum puas aku pun bertanya pada ibu
”apa itu cinta?” dia pun menjawab kasih
sayang ibu dan anaknya. Aku semakin bingun dengan semua jawaban yang
kudapat.
Suatu siang aku
bertemu dengan seorang pria yang katanya mahasiswa. Dia tersenyum setelah
mendengar pertanyaanku. Kemudian berkata, “makna cinta itu luas tapi intinya
satu, ketika kamu mampu melebur kedalamnya barulah itu bisa dinamakan cinta”.
Maka meleburlah kedalamya ketika kamu ingin merasakan yang namanya cinta. Dahiku
berkerut lalu bertanya lagi, “bagaiman kita mampu melebur kedalamnya?” kini
pria itu yang mengerutkan dahinya seraya berkata “maka carilah pria yang sejati yang mampu
membawamu untuk mengenal apa itu cinta sejati”. Dalam hati aku bertanya “kemana
aku harus mencari pria sejati” ditengah lamunanku pria itu menghilang, ntah
kapan dia pergi dan meninggalkan tempat ini.
Malam ini
pikiranku diselimuti kebingungan, sejak pertemuanku dengan pria itu tadi siang,
aku menyimpan beribu pertanyaan kemana aku mencari pria sejati, dan seperti apa
pria sejati itu. Tak sabar aku menunggu esok hari, rencananya aku ingin mencari
pria itu lagi dan menanyakan seperti apa pria sejati.
Akhirnya pagi
yang cerah tiba juga, aku bergegas menuju kekamar mandi dan bersiap siap
kekampus untuk mencari pria itu. Sesampainya dikampus aku merasa bingun kemana
aku harus mencarinya, kampus ini terlalu luas. Aku memutuskan untuk mencarinya
disetiap ruangan dan taman dikampus ini. Hampir semua ruangan kumasuki, tapi
tetap saja aku tak menemukanya, karena lelah aku duduk ditaman dibawah naungan
pohon pinang. Tiba-tiba aku mendengar suara yang seakan memanggil namaku,
“ Ana . . . .
. . . .!” aku menoleh kearah suara tersebut, tenyata dia orang yang kucari.
“Sedang ngapain kamu disini?”
“ehm. . . . .
.?”
“kenapa
melamun?”
“eh. . . . .
tidak, aku bingun aja dari tadi aku mencarimu, eh. . . tiba-tiba ada disini.”
“ada apa kamu
mencariku?”
“ehm . . . . .
?” (dengan suara yang agak masih bingung)
“aku masih
bingun dengan apa yang kamu katakan kemarin, jadinya aku mencari kamu disini.
“oh . . . .
yang itu,”
“kenapa kamu
harus memikirkan itu”
“karena aku
ingin tahu cinta sejati”
“dan setelah
tahu”
“aku tak
tahu!”
“kalau begitu
kita bicara dicafe kemarin aja, di sini kurang nyaman untuk membicarakan hal
itu.”
Kami beranjak
meninggalkan kampus dan menuju kekafe tempat kami bertemu kemarin. Sesampainya
disana kami memutuskan untuk duduk dikursi pojok belakang, karena
pemandangannya mengarah kelaut.
“ wow indah
sekali pemandanganya” (sambil menghela nafas panjang)
“itulah cinta”
“cinta?”
“yah, itu
cinta”
“kenapa ini
dikatakan cinta?”
“kerena Allah
memberikanmu sepasang mata, agar kamu
dapat menikmati keindahan ciptaanya, maka itulah dinamakan cinta”
“tapi kan
kemarin kamu mengatakan, kalau aku ingin mengetahui cinta maka aku harus
mencari pria sejati”
“iya benar,
itu cinta dua insan yang berbeda, kalau yang ini cinta Tuhan kepada umatnya’
“terus pria
sejati itu seperti apa?”
“apa kamu
sudah siap menerima kebenaran meskipun itu tidak menyenangkan?”
“maksudnya?”
“lelaki sejati
mungkin tidak seperti yang kamu bayangkan”
“kenapa
tidak?”
“karena kamu
hanya berpikir lelaki sejati adalah orang yang mampu memenuhi semua apa yang
kita inginkan”
”apa itu
salah”
“saya tidak
akan berkata salah atau benar, saya hanya ingin kamu memisahkan antara perasaan
dan pikiran serta harapan dan kenyataan, selama ini mungkin kamu selalu
menyamakan semuanya, akhinya hanya kekecewaan dari cinta yang kamu dapat”
“aku semakin
tidak mengerti”
“harapan
adalah sesuatu yang kita inginkan terjadi yang terkadang bertentangan dengan
kenyataan, meskipun demikian terkadang kita harus mampu menerimanya”
“bukankah itu
pemaksaan?”
“yah. . .
kalau kita mampu memahami dia atau pun sebaliknya, itu bukan pemaksaan lagi”
“jadi seperti
apa lelaki sejati?”
“apa kamu sudah
siap mendengarkannya?”
“yah kenapa
tidak”
dia memejamkan
matanya. Ia seakan-akan mengumpulkan seluruh tenaganya untuk menggambarakan
sebuah sosok yang jelas dan nyata tentang lelaki sejati, padahal dia sendiri
sosok lelaki.
“lelaki sejati
adalah . . . . (tetapi ia tak melanjutkan ucapanya)
Adalah?
Adalah lelaki yang sejati”
“ah kakak
jahat, kakak jangan ngeledek begitu, aku serius, aku tak sabar”
“ maaf. . .
aku hanya bercanda, biar kamu nda terlalu tegang seperti ini”
“lelaki sejati
adalah. . . .”
“lelaki yang
perkasa”
“ salah. .
. jangan menyela, agar kamu mengerti.
Lelaki disebut sejati bukan hanya karena dia perkasa, gedung pencakar langit
dijepan juga berdiri dengan perkasa, tetapi bukan lelaki sejati. Bukan karena
tampan lelaki menjadi sejati, bukan karena dia hebat, unggul, selalu menjadi
pemenang, berani dan rela berkorban barulah dikatakan lelaki sejati. Seorang
lelaki belum bisa menjadi seorang lelaki sejati hanya karena dia kaya raya,
baik, bijaksana, pintar, beriman dan sebagainya bahkan seorang yang arif
bijaksana, tidak membuat dia otomatis menjadi lelaki sejati”
“kalau begitu
apa dong”
“lelaki sejati
adalah seseorang yang melihat yang panta dilihat, mendengar yang pantas didengar, merasa yang pantas dirasa,
berpikir yang pantas dipikir, membaca yang pantas dibaca, dan berbuat yang
pantas dibuat, dan hidup yang sepantasnya dijadikan kehidupan, lelaki sejati
hidup dalam kesederhanaan dan berpenampilan apa adanya”
aku tercengang mendengarkanya
“hanya itu”
“seorang lelaki yang sejati adalah
seorang yang satu kata dengan perbuatanya”
“apa yang satu kata dengan perbuatan”
“tulus dan jujur”
“ahhhhhhh, (akupun memejamkan mataku,
berusaha membayakan lelaki sejati itu ada dihadapanku)
dimana aku bisa menemukan lelaki seperti dia sekarang yang ada hanya
lelaki yang tak bisa dipegang kata-katanya, semuanya pembohong, disini bilang
sayang, eh disana bilang cinta.
“nanti juga kamu akan mendapatkanya”
“banyak lelaki yang kuat, pintar, baik,
tapi tidak bisa dipercaya”
“kalau yang itu aku tak bisa berkata
apa-apa, kan aku juga lelaki”
“lelaki sejati atau bukan”
“yang mampu menilai bukan kita, tapi
orang lain”
Tak terasa dua jam sudah kami
berbincang- bincang dikafe ini,
“ehm. . . sudah jam tiga, mungkin aku
harus pergi, sebentar lagi aku masuk kuliah”
“kalau begitu sampai ketemu dilain
waktu”
“kalau kamu masih ingin bertanya kamu
bisa menghubungi aku di nomor ini”
“terima kasih”
Aku beranjak pulang menuju kerumah,
sesampainya dirumah aku menemui ibuku, dan menceritakan semua yang telah
terjadi, tetapi dia hanya menjawab lelaki sejati hidup dalam kesederhanaan dan
berpenampilan apa adanya. Carilah lelaki seperti itu.
Malam harinya aku duduk sendiri sambil
memandangi bintang dilangit, dan membayangkan sosok lelaki sejati. Tiba-tiba
aku teringat kalau dia memberikan nomor handphonnya tadi siang, akhirnya aku
pun mencoba menghubungi dia, sambil berbincang bincang tentang banyak hal.
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu,
sudah tiga bulan kami berkenalan sejak pertemuan waktu itu. Rasanya kami
semakin akrab saja, akupun tak mampu membohongi diriku kalau aku mengaguminya,
sedari awal, saat jumpa pertama dengannya, rasa kekaguman telah menghampiri
batinku. Sekarang rasa itu semakin menguat menumpuk, menggumpal, didasar lubuk
hatiku. Kearifan yang dia tuturkan kepadaku sangat melegakan dan
membahagiakanku. Mungkinkah dia lelaki sejati?
By
NUR AMALINA
Bahasa Indonesia (B)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar