Selasa, 22 November 2011

Makna Cinta


“Makna Cinta”
Entah sudah berapa kali aku mencari jawaban atas pertanyaan, “ apa itu cinta?” tentu saja banyak jawaban yang aku terima. Tapi tak satu pun jawaban mampu menggugah hatiku. Terkadang kita tak mampu mendeskripsikan apa itu cinta, terkadang pula kita tak tahu apa  makna dari cinta.
Aku pun mencoba bertanya pada sahabat, “apa itu cinta?”, dia pun menjawab cinta adalah kasih sayang dua insan berbeda. Karena aku belum puas aku pun bertanya pada ibu ”apa itu cinta?” dia pun menjawab kasih  sayang ibu dan anaknya. Aku semakin bingun dengan semua jawaban yang kudapat.
Suatu siang aku bertemu dengan seorang pria yang katanya mahasiswa. Dia tersenyum setelah mendengar pertanyaanku. Kemudian berkata, “makna cinta itu luas tapi intinya satu, ketika kamu mampu melebur kedalamnya barulah itu bisa dinamakan cinta”. Maka meleburlah kedalamya ketika kamu ingin merasakan yang namanya cinta. Dahiku berkerut lalu bertanya lagi, “bagaiman kita mampu melebur kedalamnya?” kini pria itu yang mengerutkan dahinya seraya berkata  “maka carilah pria yang sejati yang mampu membawamu untuk mengenal apa itu cinta sejati”. Dalam hati aku bertanya “kemana aku harus mencari pria sejati” ditengah lamunanku pria itu menghilang, ntah kapan dia pergi dan meninggalkan tempat ini.
Malam ini pikiranku diselimuti kebingungan, sejak pertemuanku dengan pria itu tadi siang, aku menyimpan beribu pertanyaan kemana aku mencari pria sejati, dan seperti apa pria sejati itu. Tak sabar aku menunggu esok hari, rencananya aku ingin mencari pria itu lagi dan menanyakan seperti apa pria sejati.    
Akhirnya pagi yang cerah tiba juga, aku bergegas menuju kekamar mandi dan bersiap siap kekampus untuk mencari pria itu. Sesampainya dikampus aku merasa bingun kemana aku harus mencarinya, kampus ini terlalu luas. Aku memutuskan untuk mencarinya disetiap ruangan dan taman dikampus ini. Hampir semua ruangan kumasuki, tapi tetap saja aku tak menemukanya, karena lelah aku duduk ditaman dibawah naungan pohon pinang. Tiba-tiba aku mendengar suara yang  seakan memanggil namaku,
“ Ana . . . . . . . .!” aku menoleh kearah suara tersebut, tenyata dia orang  yang kucari.
 “Sedang ngapain kamu disini?”
“ehm. . . . . .?”
“kenapa melamun?”
“eh. . . . . tidak, aku bingun aja dari tadi aku mencarimu, eh. . . tiba-tiba ada disini.”
“ada apa kamu mencariku?”
“ehm . . . . . ?” (dengan suara yang agak masih bingung)
“aku masih bingun dengan apa yang kamu katakan kemarin, jadinya aku mencari kamu disini.
“oh . . . . yang itu,”
“kenapa kamu harus memikirkan itu”
“karena aku ingin tahu cinta sejati”
“dan setelah tahu”
“aku tak tahu!”
“kalau begitu kita bicara dicafe kemarin aja, di sini kurang nyaman untuk membicarakan hal itu.”
Kami beranjak meninggalkan kampus dan menuju kekafe tempat kami bertemu kemarin. Sesampainya disana kami memutuskan untuk duduk dikursi pojok belakang, karena pemandangannya mengarah kelaut.
“ wow indah sekali pemandanganya” (sambil menghela nafas panjang)
“itulah cinta”
“cinta?”
“yah, itu cinta”
“kenapa ini dikatakan cinta?”
“kerena Allah memberikanmu sepasang  mata, agar kamu dapat menikmati keindahan ciptaanya, maka itulah dinamakan cinta”
“tapi kan kemarin kamu mengatakan, kalau aku ingin mengetahui cinta maka aku harus mencari pria sejati”
“iya benar, itu cinta dua insan yang berbeda, kalau yang ini cinta Tuhan kepada umatnya’
“terus pria sejati itu seperti apa?”
“apa kamu sudah siap menerima kebenaran meskipun itu tidak menyenangkan?”
“maksudnya?”
“lelaki sejati mungkin tidak seperti yang kamu bayangkan”
“kenapa tidak?”
“karena kamu hanya berpikir lelaki sejati adalah orang yang mampu memenuhi semua apa yang kita inginkan”
”apa itu salah”
“saya tidak akan berkata salah atau benar, saya hanya ingin kamu memisahkan antara perasaan dan pikiran serta harapan dan kenyataan, selama ini mungkin kamu selalu menyamakan semuanya, akhinya hanya kekecewaan dari cinta yang kamu dapat”
“aku semakin tidak mengerti”
“harapan adalah sesuatu yang kita inginkan terjadi yang terkadang bertentangan dengan kenyataan, meskipun demikian terkadang kita harus mampu menerimanya”
“bukankah itu pemaksaan?”
“yah. . . kalau kita mampu memahami dia atau pun sebaliknya, itu bukan pemaksaan lagi”
“jadi seperti apa lelaki sejati?”
“apa kamu sudah siap mendengarkannya?”
“yah kenapa tidak”
dia memejamkan matanya. Ia seakan-akan mengumpulkan seluruh tenaganya untuk menggambarakan sebuah sosok yang jelas dan nyata tentang lelaki sejati, padahal dia sendiri sosok lelaki.
“lelaki sejati adalah . . . . (tetapi ia tak melanjutkan ucapanya)
  Adalah?
  Adalah lelaki yang sejati”
“ah kakak jahat, kakak jangan ngeledek begitu, aku serius, aku tak sabar”
“ maaf. . . aku hanya bercanda, biar kamu nda terlalu tegang seperti ini”
“lelaki sejati adalah. . . .”
“lelaki yang perkasa”
“ salah. . .  jangan menyela, agar kamu mengerti. Lelaki disebut sejati bukan hanya karena dia perkasa, gedung pencakar langit dijepan juga berdiri dengan perkasa, tetapi bukan lelaki sejati. Bukan karena tampan lelaki menjadi sejati, bukan karena dia hebat, unggul, selalu menjadi pemenang, berani dan rela berkorban barulah dikatakan lelaki sejati. Seorang lelaki belum bisa menjadi seorang lelaki sejati hanya karena dia kaya raya, baik, bijaksana, pintar, beriman dan sebagainya bahkan seorang yang arif bijaksana, tidak membuat dia otomatis menjadi lelaki sejati”
“kalau begitu apa dong”
“lelaki sejati adalah seseorang yang melihat yang panta dilihat, mendengar yang pantas didengar, merasa yang pantas dirasa, berpikir yang pantas dipikir, membaca yang pantas dibaca, dan berbuat yang pantas dibuat, dan hidup yang sepantasnya dijadikan kehidupan, lelaki sejati hidup dalam kesederhanaan dan berpenampilan apa adanya”
aku tercengang mendengarkanya
“hanya itu”
“seorang lelaki yang sejati adalah seorang yang satu kata dengan perbuatanya”
“apa yang satu kata dengan perbuatan”
“tulus dan jujur”
“ahhhhhhh, (akupun memejamkan mataku, berusaha membayakan lelaki sejati itu ada dihadapanku)
  dimana aku bisa menemukan lelaki seperti dia sekarang yang ada hanya lelaki yang tak bisa dipegang kata-katanya, semuanya pembohong, disini bilang sayang, eh disana bilang cinta.
“nanti juga kamu akan mendapatkanya”
“banyak lelaki yang kuat, pintar, baik, tapi tidak bisa dipercaya”
“kalau yang itu aku tak bisa berkata apa-apa, kan aku juga lelaki”
“lelaki sejati atau bukan”
“yang mampu menilai bukan kita, tapi orang lain”
Tak terasa dua jam sudah kami berbincang- bincang dikafe ini,
“ehm. . . sudah jam tiga, mungkin aku harus pergi, sebentar lagi aku masuk kuliah”
“kalau begitu sampai ketemu dilain waktu”
“kalau kamu masih ingin bertanya kamu bisa menghubungi aku di nomor ini”
“terima kasih”
Aku beranjak pulang menuju kerumah, sesampainya dirumah aku menemui ibuku, dan menceritakan semua yang telah terjadi, tetapi dia hanya menjawab lelaki sejati hidup dalam kesederhanaan dan berpenampilan apa adanya. Carilah lelaki seperti itu.
Malam harinya aku duduk sendiri sambil memandangi bintang dilangit, dan membayangkan sosok lelaki sejati. Tiba-tiba aku teringat kalau dia memberikan nomor handphonnya tadi siang, akhirnya aku pun mencoba menghubungi dia, sambil berbincang bincang tentang banyak hal.
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, sudah tiga bulan kami berkenalan sejak pertemuan waktu itu. Rasanya kami semakin akrab saja, akupun tak mampu membohongi diriku kalau aku mengaguminya, sedari awal, saat jumpa pertama dengannya, rasa kekaguman telah menghampiri batinku. Sekarang rasa itu semakin menguat menumpuk, menggumpal, didasar lubuk hatiku. Kearifan yang dia tuturkan kepadaku sangat melegakan dan membahagiakanku. Mungkinkah dia lelaki sejati?

 By
 NUR AMALINA
Bahasa Indonesia (B)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar